Kamis, 21 Agustus 2008

Ajaran Kristen Zaman Sekarang (1)

Masalah paling besar yang dihadapi dunia Kristen zaman sekarang bukanlah masalah kurangnya pemahaman, sebagaimana kurangnya kehendak dan keinginan untuk menerima kebenaran. Ajaran Kristen, apakah itu yang berupa kisah dongeng atau pun kisah nyata, telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peradaban Barat dan telah memainkan suatu peran penting dalam kolonisasi dan penaklukan-penaklukan imperialisme mereka. Ajaran Kristen mendukung sistim-sistim politik dan ekonomi mereka serta memberikan, kepada mereka suatu kekuatan yang menyatu dan saling bertalian, sehingga menjadikan mereka sebagai satu wujud yang kuat dan menyatu. Ajaran Kristen telah memainkan sebuah peran vital dalam membangun dan membentuk sistim sosial politik dan ekonomi Barat yang pelik.

Apa yang kita pahami sebagai peradaban Barat atau imperialisme Barat dan dominasi ekonominya, telah dirasuki oleh beberapa unsur ajaran Kristen. Dalam kondisinya sekarang, ajaran Kristen tampak cenderung berbakti dengan lebih baik bagi tujuan-tujuan material Barat dibandingkan bagi tujuan ruhani. Sedangkan pada masa lalu peran ajaran Kristen lebih banyak mengarah pada dukungan terhadap kepercayaan-kepercayaan Kristen dan dalam membangun nilai-nilai moral.

Peran paling bersejarah yang telah dimainkan oleh ajaran Kristen, adalah dalam membangun dan memperbesar Imperialisme Barat. Dunia Timur telah ditaklukkan dengan semangat Kristen dan khususnya dalam peperangan yang dilakukan terhadap kerajaan Islam yang didorong secara kuat oleh kebencian Kristen terhadap Islam.


Kristen dan Kolonialisme

Ketika kekuasaan kolonial menaklukkan hampir seluruh benua Afrika dan mengikat penduduk Afrika mulai dari mahkota hingga ke ujung kaki dalam rantai-rantai ikatan politik, mereka tidak harus menunggu lama sampai tangan dan kaki mereka terikat dalam rantai-rantai perbudakan ekonomi. Penaklukan-penaklukan imperial tidak akan bermakna tanpa suatu penaklukan ekonomi rakyat. Tidak jauh di belakang para penguasa politik dan ekonomi, datanglah para pendeta Kristen, mengenakan jubah kerendahan hati dan pengorbanan diri. Tujuan mereka mengunjungi Afrika tampil [seolah-olah] sama sekali bertolak belakang dengan tujuan barisan depan politik dan ekonomi mereka. Mereka datang tidak untuk memperbudak, seperti yang mereka katakan, tetapi untuk memerdekakan jiwa Afrika. Cukup mengejutkan bahwa rakyat Afrika tidak mempertanyakan niat yang tampaknya mulia itu. Mengapa mereka tidak mempertanyakan secara hormat para pemimpin Gereja yang ramah dan dermawan, misalnya mengapa para pendeta itu harus kasihan hanya terhadap jiwa-jiwa mereka saja? Tidakkah para pendeta itu dapat melihat betapa tubuh mereka telah diperbudak secara keji? Bagaimana sampai kemerdekaan politik mereka tanpa alasan telah dirampas? Bagaimana sampai mereka telah diikat dalam rantai-rantai perbudakan ekonomi? Mengapa para pendeta itu tidak kasihan terhadap kondisi lahiriah mereka yang dibelenggu dan mengapa mereka hanya tertarik pada pembebasan jiwa suatu masyarakat yang telah diperbudak?

Kontradiksi yang melekat ini nyata sekali, tetapi tidak terlalu nyata bagi mereka yang telah menjadi mangsa korban rekayasa-rekayasa Kristen. Afrika memang lugu, dan lebih lugu sekarang dibandingkan dua ratus tahun lalu. Masyarakat Afrika masih tidak menyadari perbuatan memperbudak mereka secara politik maupun ekonomi melalui sistim neo-kolonialisme yang tidak tampak dan dikendalikan jarak jauh. Mereka tetap tidak merasakan bahwa bagi mereka Kristen hanyalah suatu alat penjajahan.

Seperti opium yang telah membuat mereka terleria dalam tidur nyenyak tanpa sadar. Hal itu memberikan rasa keterikatan mereka yang keliru terhadap para penguasa mereka dalam menikmati bersama paling tidak sesuatu pada landasan yang setara dengan mereka Dalam makna keterikatan seperti itulah mereka telah digiring untuk meniru gaya hidup Barat yang sangat mahal. Pohon-pohon tetap tertanam dinegeri-negeri asing, tetapi hanya buah-buah saja yang diangkut kepada orang-orang yang telah ketagihan terhadap rasa buah tersebut. Inilah sebuah gambaran kecil bagaimana Kristen selamanya telah menjadi sangat dibutuhkkan bagi imperial Barat dan penjajahan ekonomi Dunia Ketiga.

Di Barat sendiri, terlepas dari apakah seorang awam memahami kepelikan dogma Kristen atau tidak, dia memandang Kristen sebagai suatu bagian yang menyatu dalam budaya dan peradabannya. Hendaknya diingat, kekuatan nyata nilainilai Kristen, di mana pun nilai-nilai itu bertahan, tidaklah terletak pada kepercayaan-kepercayaan Kristen yang berbau dongeng. Melainkan, terletak pada penekanan terhadap kebaikan, simpati, pengabdian demi penderitaan dari nilainilai lainnya yang telah identik dengan Kristen. Walaupun nilai-nilai ini umum terdapat pada seluruh agama di dunia dan tampaknya merupakan tujuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk dicapai oleh seluruh umat manusia, tetapi propaganda gencar yang dilakukan oleh Kristen secara terusmenerus menekankan peran-peran tersebut dalam kaitan dengan Kristen saja, dan dengan demikian telah berhasil membuat orang-orang yakin dalam jumlah besar. Ajaran tentang simpati, baik budi, kebaikan dan perilaku lembut memainkan pengaruh magic pada telinga-telinga dengan musiknya yang memukau. Dunia romantis inilah yang secara umum telah menarik orang-orang ke dalam agama Kristen. Demikianlah, secara beriringan, berbeda dari itu; Kristen menjalankan kenyataan-kenyataan keras, politik, ekonomi kehidupan Barat dan penjajahannya di seluruh dunia.

Tampaknya paradoks dogmatis yang harus dijalani oleh umat Kristen dalam hidup mereka, dalam kadar tertentu telah menjelma dalam perilaku keduniawian mereka. Kebaikan, kerendahan hati, toleransi, pengorbanan dan kata-kata mulia lainnya seperti itu tampil bergandengan dengan kekejaman, penindasan, ketidakadilan yang menyolok, dan penjajahan dalam skala besar di dunia terhadap orang-orang yang tidak mampu membela diri. Ketentuan hukum, keadilan dan aturan main yang jujur tampaknya hanya merupakan mata uang yang berlaku di kalangan budaya-budaya Barat sendiri saja. Dalam hubungan-hubungan internasional, ternyata ketentuan-ketentuan itu diperlakukan sebagai istilah-istilah tolol dan kuno yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh hanya oleh pihak-pihak yang lugu.

Politik-politik internasional, hubungan-hubungan diplomasi dan ekonomi tidak mengenal keadilan selain yang menguntungkan bagi kepentingan nasional. Nilai-nilai ajaran Kristen, betapa pun baiknya, tidak diizinkan untuk memasuki kawasan kekuasaan politik-politik dan ekonomi Barat. Ini merupakan kontradiksi yang paling tragis di zaman modern.

Ketika sampai kepada gambaran yang ditampilkannya, ajaran Kristen hanya ditampilkan dalam bentuk budaya dan peradaban Barat yang atraktif yang mengajak dunia Timur kepada suatu kehidupan yang nyaman, riang, serba memperbolehkan, dibandingkan dengan ketentuanketentuan yang umumnya kaku pada masyarakatmasyarakat agama mereka yang merosot. Ajaran emansipasi/kebebasan ini dalam skala besar keliru dipahami oleh masyarakat yang kurang terpelajar di Dunia Ketiga sebagai sesuatu yang sangat atraktif. Ditambah lagi keuntungan psikologis tambahan berupa perolehan suatu rasa kepemilikan terhadap dunia maju melalui kesamaan agama, dan orang mulai mengenali peran hakiki Kristen dalam menarik sejumlah besar orang-orang yang terinjakinjak di bawah, dalam banyak kasus, orang-orang buangan dan orang-orang tertindas pada tingkatan terendah di masyarakat mereka sendiri yang terpecah-pecah dalam berbagai kelas. Adalah di luar jangkauan mereka untuk memahami dogma Kristen. Kristen hanya berfungsi untuk mengangkat status kemanusiaan mereka saja, tetapi secara palsu.

Dari hal di atas hendaknya menjadi jelas bahwa ajaran Kristen yang kita bicarakan ini sangat jauh dari ajaran Kristen Yesus Kristus. Menganggap budaya Barat sebagai ajaran Kristen adalah suatu kekeliruan nyata. Mengaitkan bentuk ajaran Kristen zaman sekarang dalam berbagai bidang kepada Kristus, adalah suatu penghinaan terhadap beliau. Memang terdapat pengecualian-pengecualian dalam setiap ketentuan. Tidak ada pernyataan yang berlaku secara menyeluruh terhadap suatu kelompok besar. Tidak diragukan, masih terdapat sejumlah kecil pulau-pulau harapan individu dan kehidupan di dunia Kristen di mana ketulusan, kecintaan dan pengorbanan menurut ajaran Kristen diterapkan secara murni. Ini adalah `pulau-pulau' harapan yang dikitari oleh samudera-samudera ganas ketidak-bermoralan yang secara perlahan dan bertahap mengikis dan akhirnya mencaplok batas-batas yang lebih banyak lagi dari pulau-pulau tersebut. Jika dunia Kristen tidak disinari oleh tauladan-tauladan Kristen yang berkilauan seperti itu, yang dilakukan sesuai teladan Yesus Kristus, betapa pun jauh antara keduanya dan sedikit, maka suatu kegelapan menyeluruh akan menyelimuti cakrawala Barat. Tanpa Kristen, tidak ada cahaya dalam peradaban Barat, tetapi, sayangnya, cahaya itu pun cepat memudar.

Penting bagi dunia Kristen untuk kembali kepada realita Kristus dan mengobati diri mereka sendiri dari terpecahnya jatidiri mereka dan dari kemunafikan yang mendarah-daging. Terus-menerus hidup dalam suatu dunia mitos dan legendalegenda, sangat berpotensi mengalami resiko-resiko mematikan. Tujuan utama pengkajian ini adalah untuk menyadarkan dunia Kristen tentang bahaya-bahaya besar yang menanti di balik kontradiksi yang semakin lebar antara keimanan dan amal perbuatan mereka. Mitos-mitos memang bagus, sepanjang tujuannya untuk menjajah jenjang-jenjang masyarakat terendah sebagai cara untuk mengendalikan mereka dan mengeksploitasi ketidaktahuan mereka dengan cara membuat mereka tetap terbius. Namun, apabila tiba saatnya keimanan-keimanan yang memainkan peran vital dalam menghidupkan suatu masyarakat yang telah mati dan merekonstruksi nilai-nilai moral mereka yang merosot dengan cepat, maka mitos-mitos seperti itu tidak ada gunanya. Mitos-mitos hanyalah khayalan-khayalan, dan khayalan-khayalan tidak pernah dapat memainkan suatu peran bermakna dalam urusan umat manusia.


Kedatangan Kembali Yesus Kristus

Penerapan [hasil] pengamatan-pengamatan yang telah dilakukan sejauh ini sekarang dapat diperagakan. Permasalahan vital tentang keselamatan umat manusia zaman sekarang, berkisar pada sosok sentral Yesus Kristus. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami realita beliau. Siapa beliau dan peran apa yang telah beliau mainkan pada saat pertama sebagai Kristus di tengah-tengah masyarakat Yahudi yang telah merosot? Seberapa jauh kesungguhan kita dapat menanggapi janji kedatangan beliau kembali di akhir zaman? Inilah permasalahan-permasalahan vital yang harus kita perbincangkan.

Jika sosok Yesus Kristus tidak nyata dan hanya merupakan sebuah produk khayalan manusia, maka tidak mungkin untuk membayangkan kedatangan beliau kembali. Akan tetapi, walau bagaimanapun Yesus bukanlah sebuah produk khayalan. Beliau adalah seorang manusia nyata, dan hanya sebagai manusia nyatalah beliau dapat dilahirkan kembali sebagai seorang anak manusia, dan bukan turun sebagai hantu yang mendatangi makhluk-makhluk hidup. Khayalan-khayalan seperti itu tidak pernah muncul dalam kenyataan-kenyataan hidup manusia. Selain itu, suatu masyarakat yang hidup dengan dongeng-dongeng dan legenda-legenda, terus berlanjut melakukan hal demikian, mereka tidak akan pernah memiliki peluang untuk mengenali juru selamat mereka tatkala dia datang.

Jika Yesus memang benar Anak Tuhan, sebagaimana yang dikehendaki oleh orang-orang Kristen agar kami percaya, maka tentu beliau akan kembali dengan keagungan, menumpukan kedua tangan beliau pada pundak malaikatmalaikat nyata. Namun, jika hal ini sekedar suatu khayalan romantis dari harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi Kristen, maka peristiwa tersebut tidak akan pernah terjadi. Tidak akan pernah dunia menyaksikan peristiwa aneh ini, yakni beberapa tuhan turun dari langit/sorga dalam bentuk manusia beriringan dengan sebuah pasukan malaikat yang mendukungnya dan menyanyikan lagu-lagunya.

Pemikiran ini sangat menjijikkan bagi logika manusia dan hati nurani manusia. Ini merupakan kisah dongeng paling ngawur yang pemah dikarang untuk menidurkan kemampuan-kemampuan manusia. Di sisi lain, jika pemahaman Ahmadiyah tentang Yesus Kristus diterima, hal itu akan menggantikan skenario fantastik tersebut dengan sesuatu yang tidak hanya diterima oleh pemahaman manusia, tetapi juga secara kuat didukung oleh seluruh sejarah agama umat manusia. Dalam kasus tersebut kami pun menunggu-nunggu seorang juru selamat yang tidak berbeda dari Kristus yang telah datang sebelumnya. Kami menunggu seorang manusia rendah hati, yang lahir dari keturunanketurunan rendah hati seperti Yesus Kristus yang telah datang sebelumnya, yang akan memulai tugasnya dalam gaya yang sama seperti yang pernah Yesus lakukan. Dia akan berasal dari suatu umat beragama yang menyerupai orang-orang Yahudi di Judea, dalam hal sikap-sikap dan kondisikondisi mereka. Mereka tidak hanya akan menolak serta memungkiri penda'waannya sebagai Pembaharu Yang Dijanjikan, yang mereka tunggu-tunggu sebagai juru selamat mereka dari Tuhan, tetapi juga akan menggunakan segenap kekuatan mereka untuk membinasakannya. Dia akan menghidupkan kembali seluruh kehidupan Kristus dan akan diperlakukan dengan penghinaan, kebencian dan keangkuhan yang sama Dia akan mengalami penderitaan sekali lagi, bukan di tangan umatnya, melainkan di tangan kekuatan-kekuatan musuh mirip seperti yang telah menentang Yesus sebelumnya. Dia juga akan mengalami penderitaan di tangan kekuatan kerajaan besar asing yang di bawah kekuasaannya dia akan dilahirkan di tengah-tengah rakyat yang terjajah.

P.D.Ouspensky, seorang penulis Rusia temama di permulaan abad keduapuluh, menuliskan tentang kedatangan kembali Yesus Kristus dalam pandangan yang sangat mirip:

Ini sama sekali bukanlah pemikiran baru bahwa Kristus, jika dilahirkan ke bumi di kemudian hari, bukan hanya tidak akan dapat menjadi pemimpin Gereja Kristen, tetapi mungkin bahkan tidak akan punya kaitan dengan itu, dan pada periodeperiode gemilang kehebatan serta kekuatan Gereja dia sudah pasti akan dinyatakan sebagai seorang yang menyimpang dari agama dan akan dibakar di tempat pembakaran. Bahkan walau di masa-masa kita yang lebih memperoleh penerangan/petunjuk, ketika Gereja-gereja Kristen, jika mereka belum kehilangan ciri-ciri anti-Kristen mereka, bagaimana pun juga telah mulai menyembunyikannya, Kristus akan dapat hidup tanpa mengalami penganiayaan dari "para juru tulis dan Farisi" mungkin hanya di tempat tertentu di suatu pertapaan/tempat-terpencil Rusia. 1

Ini hanyalah proses nyata yang dalamnya para utusan dan pembaharu Samawi dibangkitkan. Apa pun konsep lain di luar itu adalah dusta, palsu, dan tidak bermakna.

Memang selalu terjadi bahwa pada waktu terpenuhinya kabar ghaib tentang kedatangan pembaharu-pembaharu Samawi, yang untuk keselamatan mereka para pembaharu itu telah diutus, umat itu gagal mengenalinya. Pada periode sejarah itu masyarakat tersebut telah merubah gambaran tentang pembaharu mereka dari kenyataan menjadi khayalan. Mereka mulai menanti-nanti suatu khayalan untuk tampil dan muncul secara zahir, sementara apa yang terjadi hanyalah suatu pengulangan kembali sejarah agama seperti yang telah terjadi tanpa kecuali sejak masa pembaharu Ilahi pertama. Para pembaharu senantiasa tampil sebagai manusia rendah hati yang dilahirkan dari ibu-ibu manusia dan selama hidup mereka selalu diperlakukan sebagai manusia. Jauh sesudah kematian merekalah proses pendewaan mereka bermula. Dalam kondisi demikian, penerimaan yang baik terhadap mereka pada saat kedatangan mereka yang kedua kalinya menjadi tidak mungkin.

Ketika umat beragama seperti itu dihadapkan pada ke-nyataan-kenyataan para pembaharu Samawi, yang selamanya tampil sebagai manusia biasa yang lemah, mereka langsung menolaknya. Ketika anda menanti-nanti kedatangan seorang peri (makhluk khayalan) atau hantu untuk menjelma secara zahir, bagaimana mungkin anda dapat menerima kedatangan seorang manusia biasa? Itulah sebabnya mengapa dunia gagal menyaksikan dan mengenali kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya, yang temyata hal itu telah terjadi.

Mungkin ini suatu penda' waan berlebihan yang tampaknya mudah ditolak oleh hampir seluruh pembaca. Bagaimana mungkin Yesus telah datang dan pergi tanpa [sempat] dicermati secara sungguh-sungguh oleh dunia? Bagaimana mungkin beliau telah pergi tanpa dipedulikan oleh seluruh dunia Kristen dan Islam? Zaman-zaman modern telah menyaksikan banyak penda'wa demikian yang bahkan telah menciptakan kegemparan-kegemparan dan badai topan di banyak kawasan kecil, tetapi kemana gerangan mereka kini?

Ini adalah suatu zaman ketika di banyak negara, sektesekte tumbuh seperti jamur, dan pendawaan-pendawaan aneh bahwa Yesus telah datang atau telah mengutus pembuka jalan baginya, telah dilakukan secara sporadis. Pernyataan ini mungkin hanya salah satu di antaranya. Mengapa seorang yang berpikiran serius harus menghabiskan waktunya untuk merenungkan hal ini? Secara pasti, keraguan-keraguan serius akan timbul dan suatu dilema pelik pasti akan dihadapi. Kami mohon perhatian pembaca untuk sudi membayangkan situasi itu bila Kristus benar-benar datang kembali. Apakah kedatangannya kembali hanyalah suatu khayalan atau dapatkah benar-benar beliau sendiri datang kembali ke dunia atau melalui pengganti? Inilah sebuah pertanyaan yang harus dipecahkan sebelum kita dapat mencoba menjawab berbagai keraguan yang telah dipaparkan di atas.

Apakah dunia, Kristen maupun Islam, benar-benar berada dalam kondisi pemikiran yang secara psikologis siap menerima kedatangan Yesus kedua kalinya? Jika ya, dalam bentuk apa dan dengan cara bagaimana? Jika kita memandang hal ini dari sudut pandang umat Islam dan Kristen keduanya, Yesus, jika beliau memang akan kembali, akan datang dengan keagungan sedemikian rupa serta dengan tanda-tanda begitu jelas, turun dari langit di siang hari bolong dengan para malaikat yang memapah beliau, maka hal itu menjadi tidak mungkin bagi orang yang paling ragu untuk menolak menerima beliau.

Sedihnya, hanya Yesus versi khayalan sajalah yang dapat diterima oleh dunia zaman sekarang. Yaitu seorang Yesus yang tidak pemah datang sebelumnya di seluruh sejarah umat manusia. Jika sejarah agama diperhatikan secara sungguh-sungguh, orang akan menemukan sejumlah contoh mengenai pendiri-pendiri agama mana saja dan para utusan Samawi mana saja yang diriwayatkan telah naik ke langit dengan tubuh kasar mereka. Penda'waan-penda'waan ini begitu banyak dan tersebar luas sedemikian rupa sehingga tampaknya hal itu merupakan suatu gaya universal umat manusia untuk mengarang kisah-kisah semacam itu dalam rangka mengangkat derajat dan menjadikan para pemimpin agama mereka sebagai manusia luar biasa. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita dapat menyangkal segenap riwayat ini yang telah diterima dan dipercayai mungkin oleh milyaran umat manusia di dunia zaman sekarang? Umat Kristen dan Islam saja yang mempercayai hal ini dan beberapa hal aneh serupa lainnya, sudah melebihi dua milyar. Jadi, seorang pembaca dapat mempertanyakan, apa hak kami atau siapa pun di dunia ini, untuk menolak seluruh kepercayaan semacam itu sebagai sesuatu yang tidak nyata dan berupa khayalan? Kami setuju bahwa menguji hal tersebut dari sudut ini akan menuntut suatu usaha yang keras untuk menolak penda'waan-penda'waan semacam itu, sebab tidak didukung oleh kitab-kitab suci dari agama-agama tersebut, yang dianut oleh mereka. Sekali seseorang sampai pada penafsiran alternatif dan mungkin, yang pelik ini, hal itu hanya akan berakhir pada selera kesukaan dan pilihan. Akhimya hal itu menjadi permainan setiap orang untuk menafsirkan kitab-kitab suci atau sejarah agama yang diriwayatkan sebagai sesuatu yang hakiki atau kiasan. Untuk melangkah ke dalam kubangan penjelasan-penjelasan yang penuh pertentangan ini tidak akan menghasilkan apa-apa. Namun, hanya ada satu jalan keluar dari upaya yang sukar ini, yang dapat kami tunjukkan kepada para pembaca dan mengajak mereka untuk mengikuti atau menolaknya sesuai kehendak mereka.

Demi untuk argumentasi, andaikan kita menerima segenap penda'waan tentang para pemimpin agama yang [diriwayatkan] telah naik ke langit dan menerimanya begitu saja. Jika kasus Yesus Kristus yang diriwayatkan naik itu disikapi dalam pengertian yang selintas sedangkan kedatangan beliau yang kedua kali diartikan secara hakiki dan nyata, maka tidak ada alasan mengapa kita harus menolak kasus-kasus serupa lainnya di dunia. Mengapa memberikan pengecualian pada Elia (Ilyas), Raja Salim, Imam ke-12 golongan Syiah dalam Islam, kenaikan dewa-dewa Hindu, atau orang-orang suci lain dan apa-apa yang disebut sebagai penjelmaan-penjelmaan Tuhan yang serupa? Oleh karena itu, lebih aman untuk menghindari masuk ke dalam perdebatan-perdebatan yang tidak produktif dan sia-sia seperti itu. dengan orang-orang yang menganut kepercayaankepercayaan demikian. Seseorang dapat menanyakan kepada segenap orang yang mudah mempercayai khayalan seperti itu, jika mereka dapat menunjukkan satu saja kedatangan kembali, secara pribadi, dari antara orang-orang yang diriwayatkan telah naik ke langit yang jauh. Dapatkah segenap sejarah manusia menampilkan satu contoh saja tentang kembalinya seseorang dengan tubuh kasar ke dunia ini, yang telah diriwayatkan naik ke langit dengan tubuh kasamya? Tunjukkan kepada kami jika memang itu ada.

Memperhatikan tidak adanya sama sekali pemenuhan secara harfiah penda'waan-penda'waan semacam itu, orang dihadapkan pada dua pilihan: menolak penda'waan-penda'waan seperti itu sebagai suatu penipuan atau menerimanya dalam makna kiasan, seperti yang dilakukan Yesus dalam kasus kedatangan Eliya/llyas yang kedua kalinya. Dari hal ini jelas bahwa orang-orang yang menantinanti kedatangan Yesus secara harfiah dari langit telah menciptakan suatu penghalang antara diri mereka sendiri dengan realita Yesus. Jika memang Yesus datang kembali, beliau akan datang hanya sebagai manusia biasa seperti segenap pembaharu Samawi yang dinanti-nantikan sebelum beliau. Jika beliau tampil sebagai seorang manusia biasa yang rendah hati, dilahirkan di sebuah negeri yang serupa dengan Judea di Palestina dan mendapat mandat memainkan peran sama seperti yang beliau mainkan pada kedatangan pertama beliau, apakah orang-orang di negeri itu akan memperlakukan beliau berbeda dari perlakuan yang beliau terima sebelumnya?

1. P.D. Ouspensky, A New Model of the Universe, p. 149-150, Kegan Paul Trench, Trubener & Co., Ltd 1938