Jumat, 15 Agustus 2008

Trinitas (1)

Sejauh ini kita hanya menelaah hal-hal pokok yang mengarah kepada terciptanya dongeng-dongeng mempertuhankan Yesus dan apa yang disebut peran beliau dalam Trinitas sebagai Anak Tuhan. Namun, oknum ketiga dalam dogma Trinitas Kristen, yakni Ruhul Kudus, merupakan sebuah teka-teki. Mengapa "Dua dalam Satu" tidak mencukupi, dan mengapa harus mengemukakan pihak ketiga dalam doktrin dasar ini? Secara akal, oknum ketiga ini tidak memiliki kebenaran untuk menempati sebuah posisi dalam konsep Kristen tentang tuhan-tuhan.

Harnack, seorang penafsir dalam masalah ini, merasakan bahwa pada mulanya, Kristen diwakili oleh suatu tuhan gabungan, yaitu Tuhan dan Yesus. Kemudian meliputi gereja, [dan] menyebutnya sebagai Ruh, untuk menambahkan elemen ketuhanan kepada apa yang jika tidak demikian akan menjadi partner ketiga yang hampa dan tidak masuk akal. Hal ini juga berfungsi sebagai alat ampuh anti Yahudi.1 Pendeta K.E.Kirk dalam eseinya, The Evolution of the Doctrine of Trinity, telah mengatakan hal berikut ini untuk masalah yang sama:

Kita secara alamiah beralih kepada para penulis zaman itu untuk mengetahui apa yang menjadi landasan bagi keimanan mereka. Kami terkejut, ternyata kami terpaksa mengakui bahwa mereka tidak memiliki landasan apa pun. Pertanyaannya sebagaimana yang tampil bagi mereka tidak hanya ‘mengapa’ tiga oknum? Melainkan, lebih cenderung ‘mengapa tidak?'

Dia terus menunjukkan kegagalan total teologi Kristen untuk menciptakan pembenaran/dukungan logika bagi doktrin Trinitas dan ketiga tuhan Kristen dapat dijelaskan secara pokok sebagai konsep sepasang tuhan yang padanya dipautkan oknum ketiga yang berbeda, untuk membuat gambaran yang lebih sempurna.2

Kami percaya bahwa oknum ini secara bertahap berubah di bawah pengaruh falsafah-falsafah dan dongeng-dongeng para penyembah berhala sebelumnya yang banyak terdapat di kerajaan Romawi. Pertukaran pemikiran tentunya telah membuat para theolog Kristen menetapkan posisi Ruhul Kudus. Dengan didapati banyaknya bukti keberadaan kepercayaan-kepercayaan seperti itu atau sekte-sekte yang menggambarkan Tuhan sebagai tiga oknum dalam satu wujud, tidaklah sulit untuk melacak kembali sumber asli doktrin Kristen tentang Trinitas. Ringkasnya, bila dua dapat menjadi satu, dan satu dapat menjadi dua, mengapa tidak tiga menjadi satu saja? Merupakan tugas para ilmuwan peneliti untuk menetapkan secara tepat bila dan bagaimana oknum ketiga dalam rangkaian tuhan Kristen telah mulai berakar kuat dalam dongeng Kristen, tetapi pada saat ini hal itu di luar pokok pembahasan. Di sini, kami hanya ingin menguji kemustahilan penda'waan-penda'waan semacam itu, yang telah ditolak langsung oleh pemahaman manusia. Fitrat manusia menolak dengan tegas pemikiran-pemikiran yang saling bertolak-belakang dan berupa paradoks.


Antar Hubungan dalam Trinitas

Apabila orang membayangkan hubungan sesama di antara ketiga oknum tuhan-tuhan Kristen, maka seknarioskenario yang mungkin timbul hanyalah sebagai berikut:

a) Mereka memiliki tahapan-tahapan dari aspek-aspek yang berbeda dari satu oknum tunggal.

b) Mereka merupakan tiga oknum berbeda, yang samasama menikmati keabadian setara di antara mereka.

c) Mereka merupakan tiga oknum dengan beberapa sifat individual yang berbeda dan sama sekali tidak dimiliki oleh yang lain.

d) Mereka merupakan tiga oknum dalam satu, dengan sifat yang seluruhnya sama dan kekuatan-kekuatan yang setara, bergabung satu sama lain, dan tanpa fungsifungsi yang terpisah satu sama lain.

Kita akan bahas masing-masing kemungkinan secara berurutan.


Tahapan-tahapan dan Aspek yang Berbeda dari Satu Oknum

Kemungkinan pertama tidak perlu dibahas panjang lebar sebab hampir tidak ada orang Kristen zaman sekarang yang lebih mengimani Yesus sebagai sebuah aspek atau salah satu fase Tuhan, daripada mengimani beliau sebagai satu oknum berbeda. Orang-orang yang percaya pada Trinitas bersikeras bahwa terdapat tiga oknum berbeda yang menyatu menjadi satu.

Pada saat seseorang mengakui skenario bahwa satu oknum memiliki aspek-aspek berbeda yang ditampilkan secara bersamaan, maka konsep Trinitas, yakni tiga tuhan dalam satu, akan menguap jadi udara, dan Trinitas tidak tersisa lagi. Sehingga, sang Tuhan Bapak lah, tergerak oleh kasih-sayang-Nya, yang mati demi dosa-dosa manusia. Dalam kasus ini hal itu hanya merupakan suatu fase peralihan dari oknum yang sama. Aspek-aspek bukanlah oknum, dan demikian pula fase-fase tidaklah menciptakan wujud yang terpisah. Manusia mana pun dapat menjalani berbagai macam perasaan dan aspek, tanpa harus terbelah menjadi dua atau tiga atau banyak oknum. Oleh karena itu, jika Tuhan memutuskan untuk mati demi manusia yang penuh dosa, itu adalah Tuhan sendiri dan bukan aspek-Nya yang melakukan hal tersebut.

Oleh sebab itu, mengenai kasus yang menjadi perhatian ini, yakni aspek Tuhan yang telah memainkan sebuah peran vital dalam pengorbanan Tuhan demi manusia yang penuh dosa, hanya dapat dipahami sebagai penampakan satu sifat-Nya. Jadi, jika sifat kasihsayang Tuhan itu sendiri diperlakukan sebagai seorang 'oknum' dan oknum tersebut telah dinamakan Yesus Kristus, maka yang telah mati itu adalah 'kasih-sayang' Tuhan. Sungguh merupakan kontradiksi aneh, bahwa kasih-sayang Tuhan karena iba terhadap manusia yang penuh dosa lalu melakukan aksi bunuh diri. Hal itu secara tidak langsung mengungkapkan bahwa selama tiga hari tiga malam tidak ada sifat kasihsayang yang tertinggal pada diri Tuhan.

Ingat, dalam skenario ini, Yesus tidak diperlakukan sebagai suatu oknum terpisah yang berdiri sendiri, melainkan hanya sebagai sebuah sifat atau aspek Tuhan, yang dalamnya beliau menjadi semacam kasih-sayang yang menjelma sebagai wujud. Akan tetapi wujud ini tetap merupakan satu unsur yang tidak terpisahkan dari Tuhan. Jadi, jika ada yang telah mati dalam proses tersebut, hal itu mestilah wujud Tuhan, atau sifat kasih-sayang-Nya yang telah memainkan peran sangat vital dalam episode ini. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali mempercayai kematian sifat kasih sayang Tuhan, atau kematian Tuhan Yang Maha Pengasih itu sendiri.

Banyak kerumitan yang timbul dari penda'waan bahwa aspek-aspek seorang oknum tunggal dapat dihapuskan dari keberadaannya, untuk sementara atau selamanya. Skenario ini hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan penerapannya pada apa yang dialami manusia. Seorang manusia dapat kehilangan penglihatan atau pun pendengaran untuk sementara atau selamanya, tetapi dia tetap merupakan orang hidup yang sama. Kematian suatu kemampuan, memang merupakan kematian parsial bagi orang yang sama. Dalam analisa utama, orang yang kehilangan atau mengalami hal itu tetap merupakan orang yang sama.


Oknum-oknum Berbeda Menikmati Keabadian Bersama

Jika elemen-elemen rangkaian tuhan Kristen merupakan tiga oknum berbeda yang secara bersamaan menikmati keabadian, pertanyaan yang timbul adalah tentang hubungan internal mereka. Jika mereka secara azali merupakan tiga oknum yang membentuk satu tuhan, maka mereka tentu memiliki ego masing-masing, sehingga penderitaan salah satu di antara mereka, jika memang dapat menderita, merupakan hal yang dialami oleh oknum itu sendiri secara pribadi. Yang lainnya dapa bersimpati terhadapnya, tetapi secara nyata tidak dapat ikut dan merasakan penderitaan itu. Sudah tentu hampir tidak mungkin membayangkan cara kerja pemikiran dan proses pengambilan keputusan pada Tuhan, tetapi penda'waan bahwa Dia benar-benar terdiri dari tiga oknum yang bergabung jadi satu, membenarkan suatu upaya untuk 'mengaitkan tiga proses pemikiran yang berdiri sendiri.

Satu skenario yang mungkin timbul adalah, tentang seorang anak manusia yang lahir dengan tiga kepala. Ketiganya dapat dinyatakan sebagai satu oknum tunggal, berdasarkan pada keberadaan hanya satu tubuh saja dan sepasang tungkai serta lengan, tetapi ketiga kepala menampilkan permasalahan dalam menyatakan kondisinya yang sebenamya. Jika keanehan alam seperti itu hidup cukup lama untuk mampu berbicara dan memaparkan sendiri diri mereka, barulah kita dapat menyelidiki apa yang berlangsung di dalam ketiga kepala yang berbeda itu. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang itu, menyatakan mereka sebagai satu oknum yang berkongsi memiliki tiga akal pikiran, atau tiga oknum yang berkongsi memiliki satu tubuh, tidaklah mungkin.

Anehnya, aspek sangat penting dalam doktrin Kristen ini sama sekali tidak diuraikan dalam Bibel. Sejauh yang berkaitan dengan rujukan tentang Kristus dan Ruhul Kudus, tidak kurang bukti yang menyatakan bahwa mereka ditampilkan sebagai dua oknum berbeda, yang tidak berkongsi dalam hal proses pemikiran yang sama dan perasaan-perasaan yang sama. Jika tidak, bayanganbayangan Ruhul Kudus yang berbeda dengan Kristus akan tidak mungkin dipahami, khususnya selama periode ketika Yesus terkurung dalam tubuh manusianya.

Pertanyaan-pertanyaan yang pasti timbul berkenaan dengan apa yang benar-benar telah terjadi pada oknum Kristus selama pengalaman tersebut, dalam kaitannya dengan dua oknum lain pada sosok tuhan Kristen adalah:

Apakah kedua oknum lainnya, yakni Tuhan Bapak dan Ruhul Kudus, bersama-sama menghuni tubuh Yesus Kristus atau sama-sama mengalami pengalamanpengalaman beliau dalam kaitan mereka dengan tubuh itu?

Apakah Yesus sendiri yang menghuni tubuh tersebut, dan dengan demikian beliau tidak mengikut-sertakan kedua oknum Trinitas lainnya dalam pengalaman beliau yang berkait dengan tubuh itu?

Penjabaran nomor satu sudah dibahas. Berkenaan dengan nomor dua, kerumitan lebih lanjut timbul mengenai hubungan Yesus, pada waktu itu dengan kedua oknum Trinitas lainnya. Apakah Yesus merupakan wujud yang terpisah sepenuhnya saat itu, atau beliau tetap merupakan bagian integral dari kedua oknum lainnya, hanya saja beliau memiliki kelebihan menghuni sebuah tubuh manusia secara terpisah? Sekarang kita memiliki pertanyaan lain untuk dijawab:

Apakah wujud ketuhanan beliau sepenuhnya terkandung dalam tubuh manusia beliau, ataukah hanya muncul sendirian keluar dari bentuk Tuhan Bapak dan Ruhul Kudus yang dimiliki bersama-sama, seperti sebuah jari kecil yang muncul dari tubuh seekor amuba?

Skenario ini juga akan memaksa kita mempercayai bahwa selama fase tersebut Yesus lebih hebat dari kedua oknum lainnya, sebab beliau sama-sama mengambil bentuk keberadaan wujud dengan Tuhan Bapak dan Ruhul Kudus, sedangkan kedua lainnya tidak menempati wujud manusia beliau.

Oleh sebab itu, untuk membuat persoalan ini lebih mudah dimengerti, dilakukan upaya untuk memberikan ilustrasi pada pikiran mereka, hati mereka, perasaanperasaan mereka dan fungsi-fungsi organ mereka berada dalam suatu keterpaduan sempurna sedemikian rupa sehingga pengalaman individu masing-masing mereka dapat dirasakan oleh yang lain secara penuh. Jika hal ini terjadi, ,maka Trinitas antara Tuhan, Anak dan Ruhul Kudus jadi lebih dapat dimengerti. Namun, tetap saja masih ada persoalan menyangkut tiga tubuh yang mengandung tiga oknum identik. Hal ini sudah tentu tidak dapat diterapkan pada pemahaman Trinitas Kristen.

Pada pandangan kedua, orang terpaksa membayangkan satu tubuh yang memiliki tiga identitas. Tetap saja, identitas demikian yang dimiliki oleh apa yang disebut kembar tiga, hanya dapat dibayangkan apabila satu tubuh mengandung tiga oknum, yang di dalamnya sendiri tampil banyak permasalahan. Akan tetapi dapat dijelaskan bahwa Tuhan tidak mempunyai tubuh, dan sesuatu yang menyerupai tubuh manusia, seperti yang telah dikemukakan, tidak dapat diterapkan untuk-Nya. Sudah tentu, kami sepenuhnya mengerti bahwa Tuhan tidak mempunyai tubuh seperti dalam istilah manusia, tetapi tetap masih ada permasalahan mengenai tiga wujud ruhani sebagai kembar tiga yang identik, secara individu mereka adalah oknum-oknum, tetapi yang merupakan satu dalam semua segi lainnya.

Permasalahan lain yang akan menghadang keberadaan [tuhan] kembar tiga secara hipotesa adalah hubungan mereka dalam kaitan dengan penyembahan. Apakah oknum-oknum ruhani "Tiga dalam Satu" rangkaian tuhan [Kristen] itu saling menyembah satu-sama lain? Apakah mereka semua akan memperoleh penyembahan dari makhluk-makhluk ciptaan mereka tanpa mereka harus menyembah dalam hubungan mereka satu sama lain?

Walaupun pemaparan berulang kali terdapat di dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus Kristus yang menyembah Tuhan Bapak dan mengingatkan orang lain untuk melakukan hal sama, tetapi tidak ada penjelasan yang telah dibuat mengenai penyembahan Ruhul Kudus terhadap Tuhan Bapak. Dan lagi, tidak pernah ada upaya Yesus, seperti yang tertera dalam Perjanjian Baru, untuk mendesak orang-orang lain agar menyembah beliau atau menyembah Ruhul Kudus. Orang jadi bertanya-tanya, sebab tidak ada rujukan tentang penyembahan selain yang berkaitan dengan Tuhan Bapak.

Walaupun sudah merupakan tradisi umum di kalangan umat Kristen untuk menyembah Yesus sebagai Anak Tuhan bersamaan dengan Tuhan Bapak, tidak ada contoh-contoh yang tercatat tentang seorang murid Yesus Kristus pemah menyembah beliau, atau Yesus mendesak mereka untuk melakukan hal itu selama beliau menetap di bumi. Bahkan kalau pun beliau pemah berbuat demikian, hal itu akan menimbulkan banyak pertanyaan yang tak terjawabkan. Demikian pula yang berlaku bagi Ruhul Kudus, dan timbul pertanyaan, mengapa Ruhul Kudus tidak meminta siapa pun untuk menyembahnya.

Dalam masalah bahwa mereka adalah "Tiga dalam Satu" dalam arti bahwa ego utama mereka atau kesadaran akan keberadaan mereka tetap satu, walaupun terbagi dalam tiga aspek atau fase, telah dipelajari panjang lebar. Suatu wujud yang demikian secara logika tidak dapat disebut "tiga oknum dalam satu." Selain itu, aspek-aspek atau fase-fase tidak pemah disembah dan tidak pula mereka menyembah ego sentral mereka. Untuk memahami mereka sebagai oknumoknum yang terpisah, mereka harus memiliki identitas masing-masing yang berdiri sendiri, dalam bentuk ego pokok yang memberikan rujukan pada kesadaran mereka sebagai oknum-oknum. Jika tidak, masalah rujukan terhadap diri mereka dan lainnya sebagai "saya", "kamu" dan "dia," tidak akan timbul.

Trinitas yang diterapkan bagi satu wujud hanya akan dapat dipahami sebagai sifat-sifat dan tidak lebih dari itu.

Dan sejauh yang berkaitan dengan sifat-sifat, sudah pasti tidak terbatas hanya sampai tiga saja. Tidak peduli apakah kita tahu atau tidak, Tuhan pasti memiliki berbagai sifat.

Untuk menyimpulkan pembahasan ini, kami menegaskan kembali bahwa masalah penyembahan dalam kaitan antara mereka satu sama lain hanya dapat timbul jika mereka merupakan oknum-paradoks dan kemustahilan yang sudah menjadi bawaan itu dengan cara membayangkan kondisi telaahan yang berbeda. Sudah tentu, ilustrasi-ilustrasi ini hendaknya jangan dipahami secara harfiah oleh para pembaca.

Permasalahan yang ada di hadapan kita adalah, apakah seorang oknum tunggal itu menampilkan sifat-sifat yang berbeda atau menjalani fase-fase yang berbeda. Hal ini membawa kita pada pertanyaan tentang masalah "Tiga Wujud dalam Satu" dan "Satu Wujud dalam Tiga," khususnya dari segi fase-fase yang berbeda satu sama lain; dan penampakkan sifat-sifat serta suasana hati yang berbeda oleh oknum yang sama.

Masalah ini telah disinggung panjang lebar pada bab sebelumnya. Di sini, hal itu hanya perlu ditegaskan kembali pada permasalahan bahwa jika seorang oknum atau satu wujud menampilkan fase-fase yang berbeda, ia tidak dapat menampilkan fase-fase berbeda tersebut secara bersamaan, tanpa membelah dirinya menjadi bagian-bagian yang berbeda.

Ambillah, misalnya, air dalam ukuran dan jumlah tertentu. Air itu dapat diubah seluruhnya menjadi uap atau es tanpa meragukan wujudnya yang tetap satu. Jika air itu secara simultan dicermati dalam fase-fase yang berbeda itu, ia harus dipecah menjadi sedemikian rupa sehinga sepertiga bagiannya akan menjadi es, sepertiga menjadi uap dan sepertiga lagi tetap mencair. Masing-masing bentuk akan berbeda satu sama lain, tanpa menjalani dua fase lainnya secara beriringan. Jumlah air akan terpecah menjadi tiga kondisi, tetapi ukurannya pasti akan lebih kecil dari seluruh substansi jika disatukan, dan tidak ada yang dapat menyatakannya "satu dalam tiga" dan "tiga dalam satu." Demikian pula, perwujudan Kristus dalam bentuk manusia Yesus, sementara tetap terjalin ikatan menyatu antara Yesus si manusia dengan Tuhan Bapak, adalah suatu hal yang tidak dapat dipahami.

Seluruh umat manusia terbentuk dari elemen-elemen yang sama, tetapi kemiripan dan kesamaan mereka satu sama lain tidak membuat mereka menjadi satu oknum tunggal. Adalah sifat-sifat,kepribadian-kepribadian dan keterpisahan mereka satu sama lain yang membuat mereka terbagi-bagi dalam banyak wujud, walaupun mereka pada hakikatnya terbuat dari substansi yang sama. Orang tidak dapat menyebut mereka sebagai "satu dalam lima milyar" dan "lima milyar dalam satu," walaupun mereka sama-sama memiliki unsur manusia.

Mari kita telaah pertanyaan yang sama dari sudut lain. Jika, dalam jangka masa tertentu, Yesus terpisah dan dapat dibedakan dari Tuhan Bapak di satu sisi, dan dari Ruhul Kudus di sisi lain maka di mana letak keterpisahan eksistensi Kristus yang berbeda itu? Ingat, orang harus memahami bahwa Kristus yang secara total berbeda dan terputus dari Tuhan Bapak dan Ruhul Kudus. pengorbanan beliau demi saudara-saudara manusia beliau, atau dapat kita katakan sebagai separuh saudara manusia beliau, harus dianggap sebagai pengalaman pribadi beliau sepenuhnya, berbeda dari Tuhan Bapak atau Ruhul Kudus. Hal ini secara jelas menghasilkan pertimbangan kami bahwa Kristus seorang diri yang mentransfer akal pikirannya atau proses pemikirannya kepada tubuh jasmani Yesus. Demikian pula dapat dipahami bahwa beliau menjalani suatu pengalaman yang tidak dialami oleh dua unsur lainnya dalam Trinitas Kristen. Memusingkan kepala, tidakkah demikian?

1. Harnack. Constitution and Law of the Church, E.T. p 264 116
2. Essay on the Trinity and the Incarnation, diedit oleh A.E.J. Rawlinson, Logmans, London (1928)