Kenaikan
Masalah Kenaikan Yesus Kristus tidak disentuh oleh Matius dan Yahya dalam Injil-injil mereka. Tidak adanya pemaparan peristiwa penting seperti itu menimbulkan tanda tanya pada orang.
Dua Injil yang memaparkan Kenaikan [Almasih] hanyalah Markus2 dan Lukas3 . Namun, penelitianpenelitian yang ilmiah dan mendalam telah membuktikan bahwa hal-hal yang terkandung dalarn kedua Injil ini merupakan tambahan di belakang hari. Ayatayat ini tidak terdapat pada teks-teks aslinya.
Codex Sinaiticus, berasal dari abad ke-4 dan merupakan teks Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru yang paling tua dan mendekati sempurna.4 Kitab ini memberikan kesaksian mengenai fakta bahwa ayat-ayat tersebut tidak termaktub di kedua Injil, Markus dan Lukas dalam versi asli, melainkan pasti telah ditambahkan belakangan oleh beberapa penulis atas inisiatif sendiri. Dalam Codex Sinaiticus, Injil Markus berakhir hingga bab 16 ayat 8. Fakta ini sekarang diakui oleh beberapa Bibel edisi modern.5 Demikian pula, Injil Lukas (24:15) dalam Codex Sinaiticus tidak memuat kata-kata ‘terangkat ke sorga.’
Menurut kritikus Bible, C.S.C.Williams, jika tidak dicantumkannya hal-hal tersebut pada Codex Sinaiticus itu merupakan sesuatu yang benar, rnaka tidak ada rujukan sama sekali bagi Kenaikan [Almasih] pada teks asli Injil-injil.6
Bahkan Saksi Yehova, yang paling bersemangat dalam mendukung masalah Yesus sebagai Anak Tuhan dan kenaikannya ke Tuhan Bapak, pada akhimya telah mengakui bahwa ayat-ayat Markus dan Lukas tersebut merupakan tambahan-tambalhan tanpa suatu dasar pada teks-teks asli.7
Apa yang Terjadi Pada Tubuh Yesus?
Pengamatan yang cermat dari sudut pandang akal sehat data logika, menguakkan kemustahilan-kemustahilan lebih lanjut yang melekat pada episode-episode Penyaliban serta Kenaikan [Almasih], seperti yang dikernukakan oleh orang-orang Kristen zaman sekarang.Sejauh yang berkaitan dengan kembalinya Yesus ke New World Translation.dalam tubuh manusianya, cukup banyak yang sudah dipaparkan. Kami hanya ingin menambahkan tentang apa yang dapat terjadi pada tubuh Yesus apabila akhirnya naik [ke langit], jika memang beliau pernah.
Bila dihadang oleh pertanyaan apa yang terjadi pada tubuh Yesus Kristus, maka dikemukakan oleh beberapa orang Kristen bahwa beliau telah naik kepada Bapak-nya di sorga dan tubuh jasmani beliau terurai dan menghilang dalam cahaya. Hal ini menimbulkan pertanyaan fundamental. Jika kepergian Yesus dari tubuh manusianya memang harus terjadi dalam suatu peristiwa ledakan, mengapa hal itu tidak terjadi langsung pada saat kematian pertama beliau? Rujukan satu-satunya yang kita peroleh dalam Bibel mengenai kematian Yesus adalah ketika beliau masih tergantung di tiang salib dan dalam kata-kata Matius, ‘dia telah menyerahkan nyawanya’ (Matius 27:50). Rupanya, tidak ada yang terjadi kecuali keberangkatan ruh secara lembut meninggalkan tubuh. Apakah kita akan menganggap bahwa beliau tidak mati di tiang salib sama sekali, sebab bila beliau telah meninggalkan tubuh tersebut, harus terjadi ledakan dalam bentuk yang sama? Mengapa hal itu terjadi hanya pada kali kedua Yesus meninggalkan tubuhnya? Dalam kondisi demikian hanya ada dua kemungkinan yang terbuka lebih lanjut:
Yesus tidak secara kekal tertahan dalam tubuh manusia setelah ruhnya kembali ke dalam tubuh tersebut, dan selama kenaikannya dia membuang tubuh manusianya dan naik secara murni sebagai suatu ruh Tuhan.
Hal ini tidak didukung oleh fakta-fakta dan tidak pula mungkin, sebab hal itu akan mengarah pada jalan buntu, yakni mempercayai bahwa Yesus telah mati dua kali. Pertama di tiang salib dan kedua pada waktu Kenaikan.
Beliau tetap tertahan dalam raga manusia seutuhnya.
Hal ini tidak dapat diterima, sebab benar-benar menjijikkan dan bertentangan dengan kemuliaan serta keagungan sosok Tuhan.
Di sisi lain, kita memiliki sebuah sudut pandang akal sehat; Akan merupakan suatu kekeliruan apabila memahami kenaikan Yesus itu sebagai semacam perjalanan luar angkasa di masa lampau, dan surga merupakan sebuah tempat jauh di balik matahari, bulan dan galaksi-galaksi.’ Kebenaran tidak ada pada pilihan pertama maupun kedua.8 Oleh karenanya, penyisipan kisah aneh semacam itu hanya dapat terdorong oleh dilema tak terpecahkan yang dihadapi orang-orang Kristen pada masa kelahiran agama Kristen. Ketika Yesus hilang dari pandangan, secara alami pertanyaan yang timbul adalah, apa yang telah. terjadi pada beliau. Orang-orang Kristen masa awal tidak dapat memecahkan kebingungan itu dengan cara menyatakan secara terbuka bahwa disebabkan Yesus belum pernah mati [sebelumnya] maka tidak ada permasalahan mengenai tubuh yang ditinggalkan dan tentang tubuhnya yang secara fakta telah pergi bersama beliau dalam perpindahan tersebut. Dengan cara ini masalah lenyapnya tubuh Yesus, dapat dipecahkan secara mudah. Namun, pengakuan seperti tersebut tidak mungkin dilakukan saat itu. Mereka yang berani mengaku bahwa Yesus terlihat [masih] hidup dan bergerak secara bertahap menjauh dari Judea akan menghadapi risiko disalahkan oleh Hukum Romawi sebagai kaki tangan kejahatan melarikan diri dari keadilan.
Berlindung di balik cerita sisipan seperti kenaikan Yesus ke sorga telah memberikan sebuah pilihan yang lebih aman, walau betapa pun anehnya pemikiran tersebut. Namun jelas hal itu pun akan merupakan suatu keterlibatan dalam kedustaan. Kita harus memberikan kehormatan pada kejujuran para murid awal [Yesus] yang dalam kondisi berbahaya demikian pun mereka tidak mencari perlindungan di balik pernyataan dusta. Segenap penulis Injil memilih tidak bersuara dalam masalah ini, daripada berlindung di balik tabir pernyataan-pernyataan keliru. Tidak diragukan lagi, mereka telah mengalami derita cemoohan dari para musuh mereka, tetapi mereka memilih menderita dalam bungkam.
Kebungkaman misterius pada pihak mereka yang mengetahui kisah nyata, tentu lebih bertanggung-jawab dalam menumbuhkan lebih besar bibit-bibit keraguan pada pikiran-pikiran warga Kristen dari generasi-generasi belakangan. Mereka tentu heran: mengapa, setelah ruh Yesus Kristus pergi, tidak ada disebutkan tentang tubuhnya yang tertinggal? Kemana perginya tubuh itu, dan apa yang telah terjadi pada tubuh tersebut? Mengapa ruh Kristus kembali kepada tubuh yang sama jika memang pemah dia tinggalkan? Pertanyaan vital akan tetap tidak terjawabkan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain. Jika revival (hidup kembali) itu berarti kembali ke tubuh semula, apa yang telah terjadi pada Yesus Kristus setelah masa pemenjaraannya yang kedua dalam kerangkeng tubuh manusia tersebut? Apakah beliau tetap terikat dalam tubuh itu, tidak pernah dilepaskan lagi?
Di sisi lain, jika ruh Yesus sekali lagi keluar dari tubuh yang sama, maka apakah revival (hidup kembali) tersebut bersifat sementara ataukah permanen? Jika beliau tidak tetap terikat dalam tubuh itu, maka apa yang terjadi pada tubuh beliau sesudah kematian yang kedua? Di mana tubuh tersebut dikuburkan, dan apakah ada pernyataan tentang hal itu dalam arsip atau catatan manapun?
Tampaknya pertanyaan-pertanyaan ini, kalau pun tidak timbul pada masa awal, pasti telah timbul pada abad-abad belakangan ketika upaya-upaya filosofis yang sungguhsungguh mengenai misteri Kristus dan segenap yang berkaitan dengan beliau disaksikan secara luas di kalangan para theolog Kristen. Tampak bahwa beberapa penulis tak bermoral mencoba keluar dari [benang kusut] itu dengan cara melakukan penyisipan pada 12 ayat terakhir dalam Injil Markus, dan secara dusta menisbahkan pada Markus pemyataan bahwa Yesus terakhir kali terlihat naik ke sorga dengan tubuh yang sama.
Penyisipan juga tidak mengecualikan Injil Lukas, di mana sisipan pintar kalimat "dan [dia] terangkat ke sorga" pada bab 24 ayat 51 memenuhi maksud para penyisip. Dengan cara demikian penyisipan itu telah menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan itu seluruhnya. Paling tidak sebuah misteri dogma Kristen telah terpecahkan. Namun, dengan imbalan apa? Dengan imbalan [rusaknya] fakta-fakta mulia mengenai sosok suci sejati Yesus Kristus. Fakta tentang Kristus telah dikorbankan di atas altar cerita khayal. Sejak saat itu, ajaran Kristen berlanjut semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali dalam perjalanan perubahannya dari kenyataan-kenyataan menuju cerita khayal.
Kita mengetahui dengan pasti bahwa orang-orang Yahudi saat itu kesal dan geram tidak menemukan tubuh Yesus Kristus.9 Mereka ingin memastikan kematian Yesus dan untuk itu mereka membutuhkan bukti kematian yang dapat diterima secara universal, yakni, keberadaan tubuh mayat. Pengaduan mereka, yang ditujukan pada Pilatus, jelas memperlihatkan kegelisahan mereka tentang potensi lenyapnya tubuh tersebut.10
Akan tetapi jawaban yang sebenarnya dan sederhana adalah, terletak pada fakta bahwa disebabkan Kristus saat itu tidak mati sebagaimana yang dipercayai, maka pertanyaan tentang tubuh yang hilang sama sekali tidak relevan, dan dalam menepati janjinya beliau harus pergi meninggalkan Judea untuk mencari domba-domba Bani Israil yang telah hilang. Jelas, beliau tidak dapat dilihat lagi.
Pandangan Muslim Ahmadi
Pandangan Muslim Ahmadi tentang keberadaan tubuh Yesus sangat jelas, logis dan berdasarkan kenyataan. Pandangan ini menampilkan Yesus dan apa yang telah terjadi pada diri beliau dalam siraman cahaya kebenaran, dimahkotai oleh keagungannya. Kenyataan hakiki Yesus Kristus begitu indah sehingga tidak perlu membubuhkan hiasan misteri di sekeliling beliau. Kenyataan [hidup] beliau meliputi penderitaan beliau demi manusia berdosa sepanjang hidup beliau yang berpuncak pada penderitaan Penyaliban, pembebasan beliau dari tiang salib sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah, serta hijrah beliau dalam mencari sepuluh suku Israil yang hilang.
Dengan demikian beliau telah menyampaikan amanat Tuhan tidak hanya kepada dua suku yang telah beliau hubungi sebelum Penyaliban, tetapi beliau juga telah menemukan seluruh suku Israel lainnya dan memenuhi tujuan tugas beliau. Belakangan barulah beliau memenuhi seluruh tujuan kerasulan beliau. Inilah kenyataan-kenyataan mulia dan penuh ilustrasi pada kehidupan Yesus.
Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, menyatakan sekitar seratus tahun lalu bahwa Yesus, seorang nabi Allah yang benar, telah diselamatkan dari tiang salib sebagaimana telah dinyatakan secara tidak langsung dalam ucapan-ucapan beliau sebelumnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, berdasarkan bimbingan Samawi, telah menguakkan tabir misteri dari kenyataankenyataan brilian kehidupan Yesus. Beliaulah yang telah menda'wakan di hadapan kemarahan mayoritas umat Islam ortodoks bahwa Yesus tidak mati di tiang salib, tidak pula telah naik dengan tubuh kasar ke sorga, melainkan secara mukjizat telah dilepaskan hidup-hidup dari tiang salib sesuai janji Allah. Setelah itu Yesus hijrah mencari domba-domba hilang Bani Israil sebagaimana beliau sendiri telah berjanji.
Dengan menelusuri rute yang diperkirakan jalur hijrah suku-suku Israel, orang dapat memperkirakan secara mudah bahwa beliau pasti telah melewati Afghanistan dalam perjalanan beliau ke Kashmir dan tempat-tempat lain di India, lokasi dilaporkannya keberadaan suku-suku Israel.
Terdapat bukti sejarah yang kuat bahwa orang-orang Afghanistan dan Kashmir keduanya berasal dari suku-suku imigran Yahudi. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menyatakan bahwa Yesus akhirnya wafat dan dikebumikan di Srinagar, Kashmir.
Ketika orang-orang Ahmadi memaparkan uraian ini sebagai pemecahan yang masuk akal dan realistik terhadap lenyapnya tubuh Yesus dari negeri kelahiran beliau, sering mereka dihadapkan pada bantahan, bahwa walaupun telah dibuktikan bahwa beliau diturunkan dalam keadaan hidup dari tiang salib, lebih tidak mungkin beliau melakukan perjalanan penuh bahaya dari Judea ke Kashmir. Mendengar bantahan ini orang-orang Ahmadi heran, mana jarak yang lebih jauh, dari Palestina ke Kashmir ataukah dari bumi ke batas terjauh langit.
Sekali lagi, orang-orang Ahmadi heran, apa yang telah terjadi dengan janji Yesus Kristus bahwa beliau akan pergi mencari domba-domba hilang Bani Israel? Jika beliau telah pergi langsung dari Palestina untuk duduk di sebelah kanan Bapak beliau, apakah beliau lupa terhadap tanggung-jawab beliau ataukah janji beliau itu tidak mungkin beliau laksanakan? Apakah memang demikian, atau seperti yang telah kami paparkan sebelumnya, apakah harus diyakini bahwa domba-domba hilang Bani Israil telah terlebih dahulu naik ke langit sehingga Yesus pergi ke sana untuk mencari mereka?
Kasus-kasus Selamatnya [Orang dari Kematian]
Bagi mereka yang masih sulit percaya bahwa skenario Yesus telah diturunkan dalam keadaan masih hidup dari tiang salib itu jauh lebih tidak mungkin dan tidak dapat diterima, kami menarik perhatian mereka pada fakta yang didukung oleh pengetahuan dan sejarah yang tercatat tentang selamatnya manusia dari kondisi-kondisi sangat berbahaya, [sehingga] kasus Yesus, seperti yang telah kami paparkan, bukanlah suatu hal yang aneh dan tidak mungkin untuk diterima. Banyak kasus ‘mendekati kematian' yang dilaporkan secara medis dan diakui, mengetengahkan sejumlah bukti yang mendukung selamatnya orang-orang dari kondisi-kondisi yang sangat tidak mungkin.
Kasus yang terekam secara baik tentang seorang maharaja di sebuah negeri kecil sebelum perpecahan India, tepat untuk dipaparkan. Dia ditempatkan pada kondisi serupa yang tidak mungkin, di mana dia hanya memiliki peluang kecil untuk selamat. Sang maharaja ini diracuni oleh istrinya dan ketika tubuhnya sedang dikremasi dengan api yang menyala-nyala, sebuah badai dahsyat tiba-tiba saja muncul. Akhirnya dia tidak hanya selamat dari kematian tetapi setelah melalui upaya hukum yang cukup panjang dia dikukuhkan kembali di singgasananya. Kisahnya adalah sebagai berikut:
Ramendra Narayan Roy, Kumar (Maharaja) Bhowal Estate dengan pusat Mahkamah Agungnya di Joydevpur, diperkirakan telah diracun dan langsung dinyatakan mati serta disemayamkan untuk kremasi di tempat pembakaran pada bulan Mei 1909. Kondisi-kondisi menunjukkan bahwa istrinya sebagai pemeran utama dalam upaya pembunuhan tersebut. Sebuah badai besar, sebelum selesai kremasi, mengakibatkan petugas yang bertanggung-jawab untuk membakar mayat terburu-buru pergi meninggalkan jasad tersebut. Hujan mengakibatkan api padam. Segerombolan sadhu (orang-orang fakir Hindu) yang kebetulan lewat, melihat bahwa orang itu masih hidup. Akhirnya dia ditolong. Hari berikutnya diketahui oleh orang-orang yang bersekongkol bahwa tubuh itu telah lenyap, mereka mengkremasi mayat lain untuk membuat kematian sang Kumar tampak seperti nyata.
Para sadhu yang telah menyelamatkannya, membawanya dari satu tempat ke tempat lain. Pengalaman mendekati mati itu mengakibatkan sang Kumar kehilangan ingatannya tetapi dapat pulih kembali secara bertahap, dan dia mengunjungi Yoydevpur 12 tahun kemudian. Suasana-suasana yang tidak asing di kota kediamannya telah mengembalikan seluruh ingatannya. Ketika sang Kumar mengajukan gugatan untuk meraih kembali tanahnya di Mahkamah Agung sebagai ahli waris asli dan pemilik kawasan Bhopal, istrinya dan beberapa orang lain berjuang untuk [menguasai] itu.'
Perkara pengadilan akhirnya digelar dengan pahit antara kedua belah pihak. Lebih dari seribu orang memberikan kesaksian yang mendukung sang Kumar dan empat ratus orang mendukung istrinya. Permasalahan nyata yang diperkarakan adalah mengenai identitas sang Kumar, sebab menurut pengetahuan umum dia sudah mati 12 tahun silam.
Perkara itu dimenangkan oleh sang Kumar setelah dia mengungkapkan beberapa tanda di tubuh istrinya yang hanya diketahui oleh seorang suami. Tanahnya akhirnya dikembalikan kepadanya.11
Ratusan kasus serupa mungkin telah terjadi tanpa terdata secara sempurna. Syukur dengan adanya fasilitas kesehatan modern dan peliputan media, ratusan kasus serupa telah dilaporkan dan direkam. Jika semua ini masuk akal dalam kasus-kasus orang biasa dari seluruh lapisan masyarakat dan dari segenap latar belakang moral agama, mengapa hal itu jadi tidak mungkin dalam kasus Yesus?
Jika siapa saja memiliki peluang untuk selamat hidup dalam menghadapi kondisi yang paling tidak mungkin sekali pun, Yesus memang memiliki sebuah peluang yang lebih besar berdasarkan kondisi-kondisi khusus yang mengitari beliau. Akan tetapi cukup aneh, orang-orang yang ragu [tetap saja] menolak pernyataan bahwa Yesus memang telah selamat dari upaya pembunuhan melalui penyaliban. Namun, mereka lebih percaya terhadap kisah yang lebih tidak realistis, aneh dan tidak alami mengenai selamatnya beliau dari kematian telak – yaitu kematian yang telah berlangsung selama tiga hari tiga malam penuh menurut mereka.
Bidang riset medis juga tertarik meneliti fenomena kasus mendekati kematian (near death phenomenon). Sebuah studi telah dilakukan yang dalamnya telah diteliti laporan 78 kasus pengalaman mendekati kematian. Delapan puluh persen dari kasus-kasus itu petugas medis hadir selama atau langsung sesudah pengalaman-pengalaman tersebut terjadi. Yang menarik adalah, empat puluh persen orang-orang yang diteliti itu dilaporkan telah dinyatakan mati selama mereka mengalami kondisi mendekati kematian.12
Dengan segala macam peralatan yang tersedia, jika para ahli medis saja dapat menyatakan seseorang yang hidup itu mati, bagaimana dapat dipercayai kesaksian seorang pengamat cemas yang menyaksikan Yesus kehilangan kesadarannya dan dari itu dia menarik kesimpulan bahwa beliau telah mati? Lebih lanjut, setelah melihat beliau lagi, [pengamat] itu membuat kesimpulan bahwa beliau telah hidup kembali dari kematian? Sungguh tidak dapat diterima.
2. Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah. (Markus 16 : 19).
3. Dan ketika ia sedang memberkati mereka, ia berpisah dari mereka dn terangkat ke sorga. (Lukas 24 : 51).
4. Jesus the Evidence, oleh Ian Wison, 1984, p.18
5. The Holy Bible, New Internatiional Version, 1984, International Bible Society, p. 1024
6. The Secret of Mount Sinai, the story of finding the world’s oldest Bible Codex Sinaiticus, oleh James Bently, p. 131.
7. New World Translation
8. The Lion Handbook of Christian Belief, London, 1982, p. 120. 108
9. Matius 28 : 11-15
10. Matius 27 : 62-64
11. The Bhowal Case, disusun oleh J.M Mitra dan R.C. Chakravarty, diterbitkan oleh Peer & Son, Calcutta.
12. The Phenomenology of Near-Death Experience, oleh Bruce Greyson M.D dan Jan Stevenson. M.D., A.M. Psychiatry 137 : 10. Oktober 1980